ShoutMix chat widget

Pages

Sabtu, 18 Juni 2011

pipa vs ember

PELAKSANAAN PROGRAM REMEDIAL DAN PENGAYAAN

Mengingat kecepatan tiap-tiap peserta didik dalam pencapaian KD tidak sama, maka dalam pembelajaran terjadi perbedaan kecepatan belajar antara peserta didik yang sangat pandai dan pandai, dengan yang kurang pandai dalam pencapaian kompetensi. Sementara pembelajaran berbasis kompetensi mengharuskan pencapaian ketuntasan dalam pencapaian kompetensi untuk seluruh kompetensi dasar secara perorangan. Implikasi dari prinsip tersebut mengharuskan dilaksanakannya program-program remedial dan pengayaan sebagai bagian tak terpisahkan dari penerapan sistem pembelajaran tuntas.

A.      Pelaksanaan Program Remedial

1. Cara yang dapat ditempuh

Masalah utama yang akan selalu timbul dalam pelaksanaan pembelajaran tuntas adalah “bagaimana guru menangani peserta didik yang lamban atau mengalami kesulitan dalam menguasai KD tertentu”.

Ada 2 cara yang dapat ditempuh yaitu:
a.        Pemberian bimbingan secara khusus dan perorangan bagi peserta didik yang belum atau mengalami kesulitan dalam penguasaan KD tertentu. Cara ini merupakan cara yang mudah dan sederhana untuk dilakukan karena merupakan implikasi dari peran guru sebagai “tutor
b.        Pemberian tugas-tugas atau perlakuan (treatment) secara khusus, yang sifatnya penyederhanaan dari pelaksanaan pembelajaran regular.

Bentuk penyederhanaan itu dapat dilakukan guru antara lain melalui:
a.   Penyederhanaan strategi pembelajaran untuk KD tertentu
b.   Penyederhanaan cara penyajian (misalnya: menggunakan gambar, model, skema, grafik, memberikan rangkuman yang sederhana, dll.)
c.   Penyederhanaan soal/pertanyaan yang diberikan.

2.   Materi dan waktu pelaksanaan program remedial

a.        Program remedial diberikan hanya pada KD atau indikator  yang belum tuntas.
b.        Program remedial dilaksanakan setelah mengikuti:
·            tes/ulangan KD tertentu
·            tes/ulangan  sejumlah KD dalam satu kesatuan


B.      Pelaksanaan Program Pengayaan

1.   Cara yang ditempuh

Kondisi yang sebaliknya dari program remedial, dalam kelas yang menerapkan pembelajaran tuntas adalah akan selalu ada peserta didik yang lebih cepat menguasai kompetensi yang ditetapkan. Peserta didik inipun tidak boleh diterlantarkan. Mereka perlu mendapatkan tambahan pengetahuan maupun keterampilan sesuai dengan kapasitasnya, melalui program pengayaan.
Cara yang dapat ditempuh di antaranya adalah:
a.        Pemberian bacaan tambahan atau berdiskusi yang bertujuan memperluas wawasan bagi KD tertentu
b.        Pemberian tugas untuk melakukan analisis gambar, model, grafik, bacaan/paragraf, dll.
c.        Memberikan soal-soal latihan tambahan yang bersifat pengayaan
d.        Membantu guru dalam membimbing teman-temannya yang belum mencapai ketuntasan.

2. Materi dan waktu pelaksanaan program pengayaan

a.        Program pengayaan diberikan sesuai dengan KD-KD atau indikator  yang dipelajari
b.        Waktu pelaksanaan program pengayaan adalah setelah mengikuti:
·            tes/ulangan KD tertentu
·            tes/ulangan kesatuan KD tertentu
·            tes/ulangan KD-KD pada akhir semester tertentu. Khusus untuk program pengayaan yang dilaksanakan pada akhir semester ini materinya hanya yang berhubungan dengan KD-KD yang terkait. 

PEMBELAJARAN TUNTAS (MASTERY-LEARNING)

Asumsi Dasar

Metode pembelajaran adalah cara untuk mempermudah peserta didik mencapai kompetensi tertentu. Ini berlaku baik bagi guru (dalam pemilihan metode mengajar) maupun bagi peserta didik (dalam memilih strategi belajar).Implikasinya makin baik metode, akan makin efektif pula pencapaian tujuan belajar (Winarno Surahmad, 1982). Pemilihan langkah metode pembelajaran memainkan peranan utama, yang berakhir pada semakin meningkatnya prestasi belajar peserta didik.

Pembelajaran tuntas (mastery learning) dalam proses pembelajaran berbasis kompetensi dimaksudkan sebagai pendekatan dalam pembelajaran yang mempersyaratkan  peserta didik menguasai secara tuntas seluruh standar kompetensi maupun kompetensi dasar pada mata pelajaran tertentu. Dalam model yang paling sederhana, jika setiap peserta didik diberikan waktu sesuai dengan yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat penguasaan, dan jika dia menghabiskan waktu yang diperlukan, maka diasumsikan peserta didik akan mencapai tingkat penguasaan kompetensi. Hal yang sama jika peserta didik tidak diberi cukup waktu atau dia tidak dapat menggunakan waktu yang diperlukan secara penuh, diasumsikan juga tingkat penguasaan kompetensi peserta didik tersebut belum optimal. Block (1971) menyatakan tingkat penguasaan kompetensi peserta didik sebagai berikut :


                                           time actually spent
Degree of learning = f    time needed

                                    
Model ini menggambarkan bahwa tingkat penguasaan kompetensi (degree of learning) ditentukan oleh seberapa banyak waktu yang benar-benar digunakan (time actually spent) untuk belajar dibagi dengan waktu yang diperlukan (time needed) untuk menguasai kompetensi tertentu.

Dalam pembelajaran konvensional, bakat (aptitude) peserta didik tersebar secara normal. Andaikata mereka diberikan pembelajaran yang sama dalam jumlah pembelajaran dan waktu yang tersedia untuk belajar, maka hasil belajar yang dicapai akan tersebar secara normal pula. Keadaaan ini dikatakan bahwa hubungan antara bakat dan tingkat penguasaan adalah tinggi,
Sebaliknya, apabila bakat peserta didik tersebar secara normal, dan mereka diberi kesempatan belajar yang sama untuk setiap peserta didik, tetapi diberikan perlakuan yang berbeda dalam kualitas pembelajarannya, maka diasumsikan besar kemungkinan peserta didik yang dapat mencapai penguasaan akan bertambah banyak. Keadaan ini memberikan informasi  hubungan antara bakat dengan keberhasilan akan menjadi semakin kecil,

Dari konsepsi tersebut, cukup jelas bahwa harapan dari proses pembelajaran dengan pendekatan belajar tuntas adalah untuk mempertinggi rata-rata prestasi peserta didik dalam belajar dengan memberikan kualitas pembelajaran yang lebih sesuai, bantuan, serta perhatian khusus bagi peserta didik yang lambat agar menguasai standar kompetensi atau kompetensi dasar.
Dapat dikemukakan prinsip-prinsip utama pembelalaran tuntas adalah:

a.   Kompetensi yang harus dicapai peserta didik dirumuskan dengan urutan yang  hirarkis sistematis
b.  Evaluasi yang digunakan adalah penilaian acuan patokan (PAP), dan setiap kompetensi harus diberikan feedback,
c.   Pemberian pembelajaran remedial serta bimbingan yang diperlukan,
d. Pemberian program pengayaan bagi peserta didik yang mencapai ketuntasan belajar lebih awal. (Gentile & Lalley: 2003)
Mari kita mencoba membandingkan antara Pembelajaran Tuntas dengan Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran tuntas merupakan pola pembelajaran yang menggunakan prinsip ketuntasan secara individual. Dalam hal pemberian kebebasan belajar, mengurangi kegagalan peserta didik dalam belajar, strategi belajar tuntas menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada kelompok peserta didik (klasikal), tetapi mengakui dan melayani perbedaan-perbedaan perorangan peserta didik sedemikiah rupa, sehingga dengan penerapan pembelajaran tuntas memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal. Prinsip Dasar pemikiran belajar tuntas dengan pendekatan individual adalah pengakuan terhadap perbedaan individual setiap peserta didik.
Dalam merealisasikan pengakuan dan pelayanan terhadap perbedaan individu, pembelajaran harus menggunakan strategi pembelajaran yang berasaskan maju berkelanjutan (continuous progress). Untuk itu, pendekatan sistem yang merupakan salah satu prinsip dasar dalam teknologi pembelajaran harus benar-benar dapat diimplementasikan. Alternatif caranya adalah standar kompetensi dan kompetensi dasar harus dinyatakan secara jelas, dan pembelajaran dirancang ke dalam satuan-satuan (cremental units). Peserta didik belajar selangkah demi selangkah dan diperbolehkan mempelajari kompetensi dasar berikutnya setelah menguasai sejumlah kompetensi dasar yang ditetapkan menurut kriteria tertentu. Dalam pola ini, seorang peserta didik yang mempelajari unit satuan pembelajaran tertentu dapat berpindah ke unit satuan pembelajaran berikutnya jika peserta didik yang bersangkutan telah menguasai sekurang-kurangnya 75% dari kompetensi dasar yang  ditetapkan.
Pembelajaran konvensional dalam kaitan ini diartikan sebagai pembelajaran dalam konteks klasikal yang sudah terbiasa dilakukan, sifatnya berpusat pada guru, sehingga pelaksanaannya kurang memperhatikan keseluruhan situasi belajar.
Dari gambaran di atas dapat dikatakan bahwa perbedaan pembelajaran tuntas dengan pembelajaran konvensional adalah pembelajaran tuntas dilakukan melalui asas-asas ketuntasan belajar, sedangkan pembelajaran konvensional pada umumnya kurang  memperhatikan ketuntasan belajar khususnya ketuntasan peserta didik secara individual.
Berikut perbandingan ke dua pola pembelajaran dan dapat dicermati pada Tabel  berikut:


Tahapan
Aspek Pembeda
Pembelajaran

Tuntas
Konvensional
A.  Persiapan
1.  Tingkat ketuntasan
Diukur dari performance peserta didik dalam setiap unit (satuan kompetensi atau kemampuan dasar). Setiap peserta didik harus mencapai nilai 75

Diukur dari performance peserta didik yang dilakukan secara acak
2.  Satuan Acara Pembelajaran
Dibuat untuk satu minggu pembelajaran, dan dipakai sebagai pedoman guru serta diberikan kepada peserta didik
Dibuat untuk satu minggu pembelajar-an, dan hanya dipakai sebagai pedoman guru

3. Pandangan terhadap kemampuan peserta didik saat memasuki satuan pembelajaran tertentu
Kemampuan hampir sama, namun tetap ada variasi
Kemampuan peserta didik dianggap sama
B. Pelaksanaan pembelajaran
4.   Bentuk pembelajaran dalam satu unit kompetensi atau kemampuan dasar

Dilaksanakan melalui pendekatan klasikal, kelompok dan individual
Dilaksanakan sepenuhnya melalui pendekatan klasikal
5.   Cara pembelajaran dalam setiap standar kompetensi atau kompetensi dasar
Pembelajaran dilakukan melalui penjelasan guru (lecture), membaca secara mandiri dan terkontrol, berdiskusi, dan belajar secara individual

Dilakukan melalui mendengarkan (lecture), tanya jawab, dan membaca (tidak terkontrol)

6.   Orientasi pembelajaran
Pada terminal performance peserta didik (kompetensi atau kemampuan dasar) secara individual

Pada bahan pembelajaran
7.   Peranan guru
Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan peserta didik secara individual
Sebagai pengelola pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan seluruh peserta didik dalam kelas

8.   Fokus kegiatan pembelajaran
Ditujukan kepada masing-masing peserta didik secara individual
Ditujukan kepada peserta didik dengan kemampuan menengah

9.   Penentuan keputusan mengenai satuan pembelajaran

Ditentukan oleh peserta didik dengan bantuan guru
Ditentukan sepenuhnya oleh guru
C.  Umpan Balik
10. Instrumen umpan balik
Menggunakan berbagai jenis serta bentuk tagihan secara berkelanjutan
Lebih mengandalkan pada penggunaan tes objektif untuk penggalan waktu tertentu

11. Cara membantu peserta didik
Menggunakan sistem tutor dalam diskusi kelompok (small-group learning activities) dan tutor yang dilakukan secara individual

Dilakukan oleh guru dalam bentuk tanya jawab secara klasikal



Indikator Pelaksanaan Pembelajaran Tuntas
a. Metode Pembelajaran

Strategi pembelajaran tuntas sebenarnya menganut pendekatan individual, dalam arti meskipun kegiatan belajar ditujukan kepada sekelompok peserta didik (klasikal), tetapi juga mengakui dan memberikan layanan sesuai dengan perbedaan-perbedaan individual peserta didik, sehingga pembelajaran memungkinkan berkembangnya potensi masing-masing peserta didik secara optimal.

Adapun pentahapannya adalah :
a.        mengidentifikasi prasyarat (prerequisite), 
b.        membuat tes untuk mengukur perkembangan dan pencapaian kompetensi,
c.        mengukur pencapaian kompetensi peserta didik.

Metode pembelajaran yang ditekankan dalam pembelajaran tuntas adalah pembelajaran individual, pembelajaran dengan teman atau sejawat (peer instruction), dan bekerja dalam kelompok kecil. Berbagai jenis metode (multi metode) pembelajaran harus digunakan untuk kelas atau kelompok.

      Pembelajaran tuntas sangat mengandalkan pada pendekatan tutorial dengan sesion-sesion kelompok kecil, tutorial orang perorang, pembelajaran terprogram, buku-buku kerja, permainan dan pembelajaran berbasis komputer (Kindsvatter, 1996)


b. Peran Guru

Strategi pembelajaran tuntas menekankan pada peran atau tanggung jawab guru dalam mendorong keberhasilan peserta didik secara individual. Pendekatan yang digunakan mendekati model Personalized System of Instruction (PSI) seperti dikembangkan oleh Keller, yang lebih menekankan pada interaksi antara peserta didik dengan materi/objek belajar.

Tuntutan intensitas Peran guru dalam hal-hal sebagai berikut:
1.      Menjabarkan/memecah KD (Kompetensi Dasar) ke dalam satuan-satuan (unit-unit) yang lebih kecil dengan memperhatikan pengetahuan prasyaratnya.
2.      Mengembangkan  indikator berdasarkan SK/KD. 
3.      Menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang bervariasi
4.      Memonitor seluruh pekerjaan peserta didik
5.      Menilai perkembangan peserta didik dalam pencapaian kompetensi (kognitif, psikomotor, dan afektif)
6.      Menggunakan teknik diagnostik
7.      Menyediakan sejumlah alternatif strategi pembelajaran bagi peserta didik yang mengalami kesulitan

c. Peran Peserta didik

KTSP yang memiliki pendekatan berbasis kompetensi sangat menjunjung tinggi dan menempatkan peran peserta didik sebagai subjek didik. Fokus program pembelajaran bukan pada “Guru dan yang akan dikerjakannya” melainkan pada ”Peserta didik dan yang akan dikerjakannya”.
Karena itu, pembelajaran tuntas memungkinkan peserta didik lebih leluasa dalam menentukan jumlah waktu belajar yang diperlukan. Artinya, peserta didik diberi kebebasan dalam menetapkan  kecepatan pencapaian kompetensinya. Kemajuan peserta didik sangat bertumpu pada usaha serta ketekunannya secara individual.

d. Evaluasi

Penting untuk dicatat bahwa ketuntasan belajar dalam KTSP ditetapkan dengan penilaian acuan patokan (criterion referenced)/PAP pada setiap kompetensi dasar dan tidak ditetapkan berdasarkan norma (norm referenced)/PAN. Dalam hal ini batas ketuntasan belajar harus ditetapkan oleh guru melalui nilai KKM Mata pelajaran, misalnya apakah peserta didik harus mencapai nilai 75, 65, 55.

Asumsi dasarnya adalah:
a.     bahwa semua orang bisa belajar apa saja, hanya waktu yang diperlukan berbeda,
b.     standar harus ditetapkan terlebih dahulu, dan hasil evaluasi adalah lulus atau tidak lulus. (Gentile & Lalley: 2003)





Dengan menggunakan Sistem evaluasi/penilaian berkelanjutan, diharapkan terjadi:
a.        Ulangan dilaksanakan untuk melihat ketuntasan setiap Kompetensi Dasar
b.        Ulangan dapat dilaksanakan terdiri atas satu atau lebih Kompetensi Dasar (KD)
c.        Hasil ulangan dianalisis dan ditindaklanjuti melalui program remedial dan  program pengayaan.
d.        Ulangan mencakup aspek kognitif dan psikomotor
e.        Aspek afektif diukur melalui kegiatan inventori afektif seperti pengamatan, kuesioner, dsb.

Sistem penilaian mencakup jenis tagihan serta bentuk instrumen/soal. Dalam pembelajaran tuntas tes diusahakan disusun berdasarkan indikator sebagai alat diagnosis terhadap program pembelajaran. Dengan menggunakan tes diagnostik yang dirancang secara baik, peserta didik dimungkinkan dapat menilai sendiri hasil tesnya, termasuk mengenali di mana ia mengalami kesulitan dengan segera. Sedangkan penentuan batas pencapaian ketuntasan belajar (KKM), meskipun umumnya disepakati pada skor/nilai 75 (75%) namun batas ketuntasan yang paling realistik atau paling sesuai adalah ditetapkan oleh guru mata pelajaran, sehingga memungkinkan adanya perbedaan dalam penentuan batas ketuntasan/KKM untuk setiap KD maupun pada setiap madrasah.



Sabtu, 26 Maret 2011

MODEL PEMBELAJARAN TATAP MUKA, TUGAS TERSTRUKTUR DAN TUGAS MANDIRI TIDAK TERSTRUKTUR REFLEKSI 4 TAHUN IMPLEMENTASI KTSP

A. Latar Belakang

Undang-Undang (UU) Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa prinsip penyelenggaraan pendidikan adalah demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Pasal 5 ayat (4) menyatakan bahwa warga Negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus. Pasal 11 ayat (1) menyatakan bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Pasal 12 ayat (1) menyatakan bahwa setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak antara lain: (1) Mendapatkan pelayanan pendidikan sesuai dengan bakat, minat, dan kemampuannya; (2) Menyelesaikan program pendidikan sesuai dengan kecepatan belajar masing-masing dan tidak menyimpang dari ketentuan batas waktu yang ditetapkan.

Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan acuan dan pedoman dalam mengembangkan kurikulum. Berdasarkan UU nomor 20 tahun 2003 kurikulum pada jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh satuan pendidikan.Pemerintah hanya menetapkan SNP yang menjadi acuan satuan pendidikan/ madrasah dalam mengembangkan kurikulum. Saatnya satuan pendidikan/ madrasah mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan potensi peserta didik, masyarakat dan lingkungannya. Secara teknis pemerintah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar, kreteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan evaluasi pelaksanaan kurikulum, termasuk didalam melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur pelaksanaan pembelajaran, penyusunan pedoman pelaksanaan kurikulum.

Pengembangan KTSP berdasarkan SNP memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji berdasarkan analisis yang tepat, cermat dan teliti.
Analisis tersebut meliputi :
1. Analisis terhadap tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan SK dan KD
2. Analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungan
3. Analisis peluang dan tantangan dalam memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan kompleksitas yang semakin tinggi.
Penjabaran standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) sebagai bagian dari pengembangan KTSP dilakukan kedalam pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran secara umum dengan mengembangkan SK dan KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran dan penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana pelaksanaan pembelajaran.

Pengembangan silabus, pengembangan kegiatan pembelajaran merupakan langkah strategis yang berpengaruh pada mutu pembelajaran di kelas. Kemampuan guru dan satuan pendidikan/ madrasah dalam mengembangkan pembelajaran tatap muka, tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur pada pencapaian mutu kompetensi peserta didik di satuan pendidikan/ madrasah tersebut.

Dari suatu tataran konsep dan riil terkait standar proses guru dalam perencanaan program pembelajaran yang dirancang masih ditemukan banyak kenyataan bahwa perencanaan perangkat pembelajaran guru belum dirancang dengan pola dan koidah pembelajaran tatap muka, yang mensyaratkan terhadap tugas terstruktur, dan tugas mandiri tidak terstruktur sebagaimana tuntutan karakteristik kompetensi setiap muatan materi mata pelajaran.

B. KONSEP DASAR DAN IMPLEMENTASI
Belajar dan pembelajaran merupakan konsep yang saling berkaitan. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat interaksi dengan lingkungan. Proses perubahan tingkah laku merupakan upaya yang dilakukan secara sadar berdasarkan pengalaman ketika berinteraksi dengan lingkungan. Perubahan yang dimaksud memiliki karakteristik: (1) terjadi secara sadar, (2) ber sinambung dan fungsional, (3) langgeng , (4) positif dan aktif, (5) punya arah dan tujuan, (6) terhadap aspek pengetahuan, sikap, dan perbuatan.
Dua hal yang berpengaruh dalam pembelajaran yaitu faktor internal misalnya kecerdasan, bakat (aptitude), keterampilan (kecakapan), minat, motivasi, kondisi fisik, dan mental dan eksternal misalnya adalah kondisi lingkungan satuan pendidikan/madrasah, keluarga dan masyarakat (keadaan sosio-ekonomis, sosio kultural, dan sosio politik).
Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk mendukung proses belajar peserta didik, dengan memperhitungkan kejadian-kejadian eksternal yang berperanan terhadap rangkaian kejadian-kejadian internal yang berlangsung di dalam peserta didik (Winkel, 1991).Agar pembelajaran berhasil guna diperlukan teknik, metode, dan pendekatan tertentu sesuai karakteristik tujuan, peserta didik, materi, dan sumber daya. Sehingga diperlukan strategi yang tepat dan efektif.
Strategi pembelajaran adalah seni dan ilmu untuk membawa pembelajaran sedemikian hingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai secara efesien dan efektif (T. Raka Joni, 1992). Strategi pembelajaran meliputi prosedur , kegiatan, materi pengajaran dan paket pengajaran. ada dua strategi pembelajaran yaitu strategi yang berpusat pada guru (teacher centre oriented) atau strategi ekspositori dan strategi yang berpusat pada peserta didik (student centre oriented) atau strategi diskoveri inkuiri (discovery inquiry).

Pemilihan dari dua strategi (ekspositori atau diskoveri inkuiri) dirancang dengan pertimbangan karakteristik kompetensi yang menjadi tujuan yang terdiri dari (SPK)/sikap, pengetahuan dan keterampilan, serta karakteristik peserta didik dan sumber daya yang dimiliki. Dalam konsep tidak ada strategi yang tertepat untuk semua kondisi dan karakteristik yang dihadapi. Disinilah Peran guru diharapkan dapat memilah dan memilih dengan tepat strategi yang teradaptif agar hasil pembelajaran efektif dan maksimal.

Strategi ekspositori dipilih untuk diimplementasikan dengan mempertimbangkan:
a. karakteristik peserta didik dengan kemandirian yang belum memadai;
b. sumber referensi terbatas;
c. jumlah pesera didik dalam satu rombel;
d. alokasi waktu terbatas; dan
e. jumlah materi (tuntutan kompetensi dalam aspek pengetahuan) atau bahan banyak.
Langkah yang dikembangkan dalam strategi ekspositori adalah:
a. Preparasi, guru menyiapkan bahan/materi pembelajaran
b. Apersepsi diperlukan untuk penyegaran
c. Presentasi (penyajian) materi pembelajaran
d. Resitasi, pengulangan pada bagian yang menjadi kata kunci kompetensi atau materi pembelajaran.
ekspositori mudah dilakukan guru namun kurang melibatkan aktivitas peserta didik. Pembelajarannya instruksional langsung (direct instructional) dipimpin oleh guru.contoh modelnya ceramah atau presentasi, diskusi kelas, dan tanya jawab. Namun ceramah atau presentasi yang dilakukan secara interaktif dan menarik dapat meningkatkan aktivasi peserta didik dalam proses pembelajaran.

Strategi diskoveri inkuiri dipilih untuk diimplementasikan dengan mempertimbangkan:
a. karakteristik peserta didik dengan kemandirian yang cukup memadai;
b. sumber referensi, alat, media, dan bahan cukup;
c. jumlah peserta didik dalam kelas tidak terlalu banyak;
d. materi pembelajaran tidak terlalu luas; dan
e. alokasi waktu cukup tersedia.
Langkah yang dikembangkan dalam strategi diskoveri inkuiri adalah :
a. Guru atau peserta didik mengajukan dan merumuskan masalah
b. Merumuskan logika berpikir untuk mengajukan hipotesis atau jawaban sementara
c. Merumuskan langkah kerja untuk memperoleh data
d. Menganalisis data dan melakukan verifikasi
e. Melakukan generalisasi

Strategi diskoveri inkuiri memiliki tuntutan persiapan yang matang, kreatifitas, inovasi guru dalam pengaturan kelas dan waktu yang lebih efektif. Pembelajaran berbasis problem yang difasilitasi oleh guru. Sedemikian hingga Strategi ini berpeluang terhadap aktivasi peserta didik yang tinggi. Adapun Metode yang digunakan observasi, diskusi kelompok, eksperimen, ekplorasi, simulasi, dll.

Pembelajaran kontekstual dengan pendekatan konstruktivisme adalah salah satu strategi yang memenuhi prinsip pembelajaran berbasis kompetensi.Dengan lima strateginya yaitu relating, experiencing, applying, cooperating, dan transferrini diharapkan peserta didik mampu mencapai kompetensi secara maksimal.

Konsep utama pembelajaran kontekstual, meliputi:
a. Constructivisme bahwa Belajar adalah proses aktif mengonstruksi pengetahuan dari abstraksi pengalaman alami maupun manusiawi, yang dilakukan secara pribadi dan sosial untuk mencari makna dengan memproses informasi sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimiliki.Guru mengkondisikan agar memungkinkan peserta didik membangun sendiri pengetahuannya dimulai dari apa yang diketahui peserta didik, menemukan ide dan pengetahuan (konsep, prinsip) baru, menerapkan ide-ide, kemudian peserta didik mencari strategi belajar yang efektif agar mencapai kompetensi dan memberikan kepuasan atas penemuannya itu.

b. Inquiry guru mengkondisikan peserta didik untuk melakukan observasi distimuli dengan bertanya, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, dan menarik simpulan.Adapun langkahnya dengan merumuskan masalah, melakukan observasi, analisis data, kemudian mengomunikasikan hasilnya

c. Questioning Berguna bagi guru untuk: mendorong, membimbing dan menilai peserta didik; menggali informasi tentang pemahaman, perhatian, dan pengetahuan peserta didik.

d. Learning Community Dilakukan melalui pembelajaran kolaboratif(Belajar dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga kemampuan sosial dan komunikasi berkembang)

e. Modelling Berguna sebagai contoh yang baik, dapat ditiru oleh peserta didik semisal cara menggali informasi, demonstrasi, bermain peran, mengundang tokoh-tokoh lain



f. Reflection guru berperan tentang bagaimana cara berpikir apa yang baru dipelajari,merespon terhadap aktivitas/pengetahuan yang baru
Atau Hasil konstruksi pengetahuan yang baru Bentuknya dapat berupa kesan, catatan atau hasil karya

g. Autentic Assesment Menilai sikap, pengetahuan, dan ketrampilan berlangsung selama proses secara terintegrasi dilakukan melalui berbagai cara (test dan non-test) Alternative bentuk: kinerja, observasi, portofolio, dan/atau jurnal

Implementasi Pengembangan Kegiatan Pembelajaran

Sebagai tahapan strategis pencapaian kompetensi, kegiatan pembelajaran perlu didesain dan dilaksanakan secara efektif dan efisien sehingga memperoleh hasil maksimal. Konsep KTSP,kegiatan pembelajaran selalu terdiri dari kegiatan tatap muka, kegiatan tugas terstruktur, dan kegiatan mandiri tidak terstruktur. Baik satuan pendidikan yang menerapkan sistem paket, beban belajarnya dinyatakan dalam jam pelajaran ditetapkan bahwa satu jam pelajaran tingkat MA/SMA terdiri dari 45 menit, SMP/MTs terdiri dari 40 menit tatap muka untuk Tugas Terstruktur dan Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur memanfaatkan 0% - 60% dari waktu kegiatan tatap muka.

1. Kegiatan Tatap Muka

Untuk satuan pendidikan yang menerapkan sistem paket, kegiatan tatap muka dilakukan dengan strategi bervariasi baik ekspositori maupun diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di satuan pendidikan, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, tanya jawab, atau simulasi.

Untuk satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tatap muka lebih disarankan dengan strategi ekspositori. Namun demikian tidak menutup kemungkinan menggunakan strategi dikoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti ceramah interaktif, presentasi, diskusi kelas, tanya jawab, atau demonstrasi.

2. Kegiatan Tugas terstruktur

Bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem paket, kegiatan tugas terstruktur tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran namun dirancang oleh guru dalam silabus maupun RPP (Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran). Oleh karena itu pembelajaran dilakukan dengan strategi diskoveri inkuiri. Metode yang digunakan seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.

Bagi satuan pendidikan yang menerapkan sistem SKS, kegiatan tugas terstruktur dirancang dan dicantumkan dalam jadwal pelajaran meskipun alokasi waktunya lebih sedikit dibandingkan dengan kegiatan tatap muka. Kegiatan tugas terstruktur merupakan kegiatan pembelajaran yang mengembangkan kemandirian belajar peserta didik, peran guru sebagai fasilitator, tutor, teman belajar. Strategi yang disarankan adalah diskoveri inkuiri dan tidak disarankan dengan strategi ekspositori. Metode yang digunakan seperti diskusi kelompok, pembelajaran kolaboratif dan kooperatif, demonstrasi, eksperimen, observasi di satuan pendidikan, ekplorasi dan kajian pustaka atau internet, atau simulasi.

3. Kegiatan Mandiri Tidak Terstruktur

Kegiatan mandiri tidak terstruktur adalah kegiatan pembelajaran yang dirancang oleh guru namun tidak dicantumkan dalam jadwal pelajaran baik untuk sistem paket maupun sistem SKS. Strategi pembelajaran yang digunakan adalah diskoveri inkuiri dengan metode seperti penugasan, observasi lingkungan, atau proyek.